Tata Urutan “Hierarki
Perundang-undangan Indonesia
BAB III dalam UU No. 12 Tahun 2011
“ JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7 ayat
1 “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan” terdiri atas:
1.
Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara
Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan
negara.
* UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
* setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945
tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959,
akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban
kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Contoh :
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN
TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000
3.
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari
presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa
saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR
menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010
TENTANG “LARANGAN MEROKOK”
4.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan
sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
a. Perpu harus diajukan ke DPR dalam
persidangan yang berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak
Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus
dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang
baru;
diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5.
Peraturan pemerintah (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN
1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU
dan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6.
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara
yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam
beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini dibagi
menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala
daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah. Peraturan
daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
JAKARTA NOMOR 4
TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN
DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN
PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT
7.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990
TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK
NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN 1989/1990
Selain dari hal-hal diatas, yang menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
8.
Konvensi
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari:
understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau
kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan
ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis” contoh : ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis”
dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis”
Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan
keadaan yang membahayakan kehidupan negara.
Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
1. Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang
peringatan Hari kemerdekaan RI)
2. Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus
3. Peletakan Posisi Photo Presiden dan Wakil Presiden di Kantor-kantor
pemerintahan.
4. Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari
kemerdekaan , hari raya keagamaan secara serentak.
9.
Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata Negara, Traktat sebagai suatu bentuk
perjanjian antar negara (baik bilateral maupun multilateral), mempunyai
kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu.Perjanjian
antar negara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila
menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat
Contoh Traktat:
“perjanjian internasional yang diadakan antara pemerintahan NKRI dengan
Pemerintahan Republik Rakyat Cina tentang “ dwikenegaraan
UUD tentang
pendidikan
A. Pasal
31 ayat 1,2,3,4,5, berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan ***
Ayat 2 : Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya***
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
,yang diatur dengan undang-undang ****
Ayat 4 : Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan nasional ****
Ayat 5 : Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia****
B. Pasal 28C UUD 1945
Pasal 28C
1. “Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”
2. “Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya.”
UUD tentang kesehatan
A. Undang
Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan
Kemudian direvisi menjadi
Undang-undang Republik Indonesia nomor: 36 tahun 2009
TUJUAN NEGARA
INDONESIA DALAM PEMBUKAAN UUD 45
- melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- untuk memajukan kesejahteraan umum,
- mencerdaskan kehidupan bangsa,
- melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Perbedaan UU No. 23 Tahun 1992 dan UU No.36 Tahun 2009
No.
|
UU No. 36 Tahun 2009
|
UU No. 23 Tahun
1992
|
1.
|
Pasal 27 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
|
Pasal
53 ayat (2)
Tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standard profesi dan menghormati hak pasien.
|
2.
|
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian
dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus
diselesaikan
terlebih dahulu melalui mediasi.
|
Pasal 54 ayat (2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
|
3.
|
Pasal 30 ayat (3)
Fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh
pihak Pemerintah,
pemerintah daerah, dan swasta.
|
Pasal 56 ayat (2)
Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayata (1)
dapat diselenggarakan oleh pemerintah
dan atau masyarakat.
|
4.
|
Pasal 37 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan
yang berupa obat
esensial dan alat kesehatan dasar
tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan kemanfaatan,
harga, dan faktor
yang berkaitan
dengan pemerataan.
|
Pasal 61 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan
yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan,
harga, dan faktor
yang berkaitan
dengan pemerataan.
|
5.
|
Pasal 39
Ketentuan mengenai perbekalan
kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
|
Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan
kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
|
6.
|
Pasal 97 ayat (4)
Ketentuan mengenai kesehatan matra
sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini diatur
dengan Peraturan
Menteri.
|
Pasal 48 ayat (3)
Ketentuan mengenai kesehatan matra
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
7.
|
Pasal 64 ayat (1)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi
organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat
kesehatan, bedah
plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel
punca.
|
Pasal 33 ayat (1)
Dalam penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ
dan/atau jaringan
tubuh, transfuse darah, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan
rekonstruksi.
|
9.
|
Pasal 178
Pemerintah dan
pemerintah daerah melakukan
pembinaan
terhadap masyarakat dan terhadap
setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan
sumber daya kesehatan di
bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
|
Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan
terhadap semua kegiatan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
|
10.
|
Pasal 181
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinan diatur dengan
Peraturan
Menteri.
|
Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
|
11.
|
Pasal 182 ayat (1)
Menteri melakukan pengawasan terhadap
masyarakat
dan setiap penyelenggara kegiatan
yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya
kesehatan.
|
Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua
kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya
kesehatan baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
|
12.
|
Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut tentang
pengawasan diatur dengan
Peraturan Menteri.
|
Pasal
78
Ketetntuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ditentukan dengan Peraturan
Pemerintah
|
13.
|
Pasal 189 ayat (1)
Selain penyidik polisi negara
Republik Indonesia, kepada
pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan
pemerintahan
yang menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang
kesehatan.
|
Pasal 79 ayat (1)
Selain penyidik pejabat polisi
negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di Departemen Kesehatan
diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
|
14.
|
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan bedah plastik
dan rekonstruksi untuk tujuan
mengubah identitas seseorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
diancam dengan
pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
|
Pasal 81 ayat
(1C)
Barang siapa
yang tanpa kehlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan bedah plastic dan
rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,00 (seratus
empat puluh juta rupiah).
|
15.
|
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
Pasal 181 ayat (2b)
Barang siapa dengan sengaja
memproduksi dan atau
mengedarkan alat kesehatan yang
tidak memenuhi standardan atau
persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh
juta rupiah).
|
16.
|
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling
banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).
|
Pasal 81 ayat (2C)
Barang siapa dengan sengaja
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7
(tahun) tahun dan atau pidana denda
paling banyak
Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
|
0 komentar:
Posting Komentar