My Melody Crying

Rabu, 23 Juli 2014

download soal try out SMP IPA paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923152/paket-1A.doc.html
download soal try out SMP IPA paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923156/paket-1b.doc.html

download soal try out SMP bahasa indonesia paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923127/SOAL-TRY-OUT-I-PAKET-A.rtf.htmldownload soal try out SMP bahasa indonesia paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923136/SOAL-TRY-OUT-I-PAKET-B.rtf.html
download kunci jawaban try out SMP bahasa indonesia paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923142/NCI-JAWABAN-SOAL-TRY-OUT-BAHASA-INDONESIA-SOAL-I-A.rtf.html
 download kunci jawaban try out SMP bahasa indonesia paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923145/KUNCI-JAWABAN-SOAL-TRY-OUT-BAHASA-INDONESIA-I-B.rtf.html

download soal try out bahasa inggris SMP kode A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923122/Rev-Try-out-1-2009-A.doc.html
download soal try out bahasa inggris SMP kode B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923123/Rev-Try-out-1-2009-B.doc.html



Apakah kini kau membenciku
Karna terpaksa aku harus mengulang kembali luka dalam hatimu yang dulu pernah ada.
Karena semua janji manis yang terpaksa aku ingkari.
Tuk kasih dan sayang yang terpaksa aku tunda karena belum waktunya
Ku kira kau mencintaiku
Hingga tak harus kuartikan maksud dari kata-kataku
Sehingga aku yakin dengan keputusanku
Hingga ku berfikir kau bersedia menjaga harga diriku
Karena aku mencintaimu
Biarkan aku menjauh, karena aku takut menyakitimu
Aku takut jika harus meninggalkanmu karena takdir berkata lain
Biarkanlah kita harus berpisah sementara, tuk bersatu slamanya
Dalam ikatan cinta yang mengesampingkan nafsu belaka.
Karena aku mencintaimu
Aku ingin menjaga kemiluaanmu, kemuliaanku
Harga dirimu dan harga diriku
Biarlah tutur kata yang kasar, keangkuhan, dan ketidak pedulian memberi jarak antara kita
Aku percaya pada Allah bahwa Ia akan memberi yang terbaik untuk kita
Yakni terbaik untukmu pun jika nanti itu bukan aku
Aku percaya pada Allah jika engkau jodohku suatu saat waktulah yang kan menuntun kita bertemu
Tapi untuk sekarang cinta ini belum untukmu
Biarkan aku simpan dihati agar tak rusak jika kau datang kelak
Ya Allah kutitipkan dia pada-Mu
Berikanlah dia kebahagiaan lain tuk gantikan kebahagiaan yang sempat aku beri
Jagalah dia untukku
Biarkanlah aku menunggumu hingga aku halal bagimu
Amin…………



Tata Urutan “Hierarki Perundang-undangan Indonesia
BAB III dalam UU No. 12 Tahun 2011
“ JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7 ayat 1 “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan” terdiri atas:
1.      Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
* UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
* setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Contoh :         
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000
3.      Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG “LARANGAN MEROKOK”
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
a.       Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
b.      DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c.       Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5.      Peraturan pemerintah (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU
dan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6.      Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR:  10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN 1989/1990
Selain dari hal-hal diatas, yang menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
8.      Konvensi
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis” contoh : ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis” dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis”
Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan kehidupan negara.
Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
1. Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI)
2. Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus
3. Peletakan Posisi Photo Presiden dan Wakil Presiden di Kantor-kantor pemerintahan.
4. Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan , hari raya keagamaan secara serentak.
9.      Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata Negara, Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara (baik bilateral maupun multilateral), mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu.Perjanjian antar negara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat
Contoh Traktat:
“perjanjian internasional yang diadakan antara pemerintahan NKRI dengan Pemerintahan Republik Rakyat Cina tentang “ dwikenegaraan

UUD tentang pendidikan
A.    Pasal 31 ayat 1,2,3,4,5, berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ***
Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya***
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,yang diatur dengan undang-undang ****
Ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional ****
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia****

B.     Pasal 28C UUD 1945
Pasal 28C
1.  “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”
2.  “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

UUD tentang kesehatan
A.     Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan
Kemudian direvisi menjadi
Undang-undang Republik Indonesia nomor: 36 tahun 2009


TUJUAN NEGARA INDONESIA DALAM PEMBUKAAN UUD 45

  1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
  2. untuk memajukan kesejahteraan umum,
  3. mencerdaskan kehidupan bangsa,
  4. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial










Perbedaan UU No. 23 Tahun 1992 dan UU No.36 Tahun 2009

No.
UU No. 36 Tahun 2009
UU No. 23 Tahun  1992
1.
Pasal 27 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pasal 53 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standard profesi dan menghormati hak pasien.
2.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian
dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Pasal 54 ayat (2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3.
Pasal 30 ayat (3)
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah,
pemerintah daerah, dan swasta.
Pasal 56 ayat (2)
Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayata (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
4.
Pasal 37 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat
esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
Pasal 61 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
5.
Pasal 39
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
6.
Pasal 97 ayat (4)
Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 48 ayat (3)
Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
7.
Pasal 64 ayat (1)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
Pasal 33 ayat (1)
Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, transfuse darah, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi.
9.
Pasal 178
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan
terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di
bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan
terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
10.
Pasal 181
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinan diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
11.
Pasal 182 ayat (1)
Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat
dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya
kesehatan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
12.
Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 78
Ketetntuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ditentukan dengan Peraturan Pemerintah
13.
Pasal 189 ayat (1)
Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
Pasal 79 ayat (1)
Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
14.
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik
dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 81 ayat (1C)
Barang siapa yang tanpa kehlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
15.
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 181 ayat (2b)
Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau
mengedarkan alat kesehatan yang
tidak memenuhi standardan atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
16.
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 81 ayat (2C)
Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tahun) tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).


Rabu, 23 Juli 2014

download soal try out SMP IPA

download soal try out SMP IPA paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923152/paket-1A.doc.html
download soal try out SMP IPA paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923156/paket-1b.doc.html

download soal try out SMP bahasa indonesia beserta kuncinya

download soal try out SMP bahasa indonesia paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923127/SOAL-TRY-OUT-I-PAKET-A.rtf.htmldownload soal try out SMP bahasa indonesia paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923136/SOAL-TRY-OUT-I-PAKET-B.rtf.html
download kunci jawaban try out SMP bahasa indonesia paket A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923142/NCI-JAWABAN-SOAL-TRY-OUT-BAHASA-INDONESIA-SOAL-I-A.rtf.html
 download kunci jawaban try out SMP bahasa indonesia paket B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923145/KUNCI-JAWABAN-SOAL-TRY-OUT-BAHASA-INDONESIA-I-B.rtf.html
download soal try out bahasa inggris SMP kode A klik http://downloads.ziddu.com/download/23923122/Rev-Try-out-1-2009-A.doc.html
download soal try out bahasa inggris SMP kode B klik http://downloads.ziddu.com/download/23923123/Rev-Try-out-1-2009-B.doc.html

berpisah untuk bertemu



Apakah kini kau membenciku
Karna terpaksa aku harus mengulang kembali luka dalam hatimu yang dulu pernah ada.
Karena semua janji manis yang terpaksa aku ingkari.
Tuk kasih dan sayang yang terpaksa aku tunda karena belum waktunya
Ku kira kau mencintaiku
Hingga tak harus kuartikan maksud dari kata-kataku
Sehingga aku yakin dengan keputusanku
Hingga ku berfikir kau bersedia menjaga harga diriku
Karena aku mencintaimu
Biarkan aku menjauh, karena aku takut menyakitimu
Aku takut jika harus meninggalkanmu karena takdir berkata lain
Biarkanlah kita harus berpisah sementara, tuk bersatu slamanya
Dalam ikatan cinta yang mengesampingkan nafsu belaka.
Karena aku mencintaimu
Aku ingin menjaga kemiluaanmu, kemuliaanku
Harga dirimu dan harga diriku
Biarlah tutur kata yang kasar, keangkuhan, dan ketidak pedulian memberi jarak antara kita
Aku percaya pada Allah bahwa Ia akan memberi yang terbaik untuk kita
Yakni terbaik untukmu pun jika nanti itu bukan aku
Aku percaya pada Allah jika engkau jodohku suatu saat waktulah yang kan menuntun kita bertemu
Tapi untuk sekarang cinta ini belum untukmu
Biarkan aku simpan dihati agar tak rusak jika kau datang kelak
Ya Allah kutitipkan dia pada-Mu
Berikanlah dia kebahagiaan lain tuk gantikan kebahagiaan yang sempat aku beri
Jagalah dia untukku
Biarkanlah aku menunggumu hingga aku halal bagimu
Amin…………

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



Tata Urutan “Hierarki Perundang-undangan Indonesia
BAB III dalam UU No. 12 Tahun 2011
“ JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7 ayat 1 “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan” terdiri atas:
1.      Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
* UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
* setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Contoh :         
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000
3.      Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG “LARANGAN MEROKOK”
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
a.       Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
b.      DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c.       Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5.      Peraturan pemerintah (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU
dan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6.      Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR:  10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN 1989/1990
Selain dari hal-hal diatas, yang menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
8.      Konvensi
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis” contoh : ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis” dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis”
Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan kehidupan negara.
Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
1. Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI)
2. Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus
3. Peletakan Posisi Photo Presiden dan Wakil Presiden di Kantor-kantor pemerintahan.
4. Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan , hari raya keagamaan secara serentak.
9.      Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata Negara, Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara (baik bilateral maupun multilateral), mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu.Perjanjian antar negara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat
Contoh Traktat:
“perjanjian internasional yang diadakan antara pemerintahan NKRI dengan Pemerintahan Republik Rakyat Cina tentang “ dwikenegaraan

UUD tentang pendidikan
A.    Pasal 31 ayat 1,2,3,4,5, berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ***
Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya***
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,yang diatur dengan undang-undang ****
Ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional ****
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia****

B.     Pasal 28C UUD 1945
Pasal 28C
1.  “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”
2.  “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

UUD tentang kesehatan
A.     Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan
Kemudian direvisi menjadi
Undang-undang Republik Indonesia nomor: 36 tahun 2009


TUJUAN NEGARA INDONESIA DALAM PEMBUKAAN UUD 45

  1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
  2. untuk memajukan kesejahteraan umum,
  3. mencerdaskan kehidupan bangsa,
  4. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial










Perbedaan UU No. 23 Tahun 1992 dan UU No.36 Tahun 2009

No.
UU No. 36 Tahun 2009
UU No. 23 Tahun  1992
1.
Pasal 27 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pasal 53 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standard profesi dan menghormati hak pasien.
2.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian
dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Pasal 54 ayat (2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3.
Pasal 30 ayat (3)
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah,
pemerintah daerah, dan swasta.
Pasal 56 ayat (2)
Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayata (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
4.
Pasal 37 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat
esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
Pasal 61 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
5.
Pasal 39
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
6.
Pasal 97 ayat (4)
Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 48 ayat (3)
Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
7.
Pasal 64 ayat (1)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
Pasal 33 ayat (1)
Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, transfuse darah, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi.
9.
Pasal 178
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan
terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di
bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan
terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
10.
Pasal 181
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinan diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
11.
Pasal 182 ayat (1)
Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat
dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya
kesehatan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
12.
Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 78
Ketetntuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ditentukan dengan Peraturan Pemerintah
13.
Pasal 189 ayat (1)
Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
Pasal 79 ayat (1)
Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
14.
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik
dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 81 ayat (1C)
Barang siapa yang tanpa kehlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
15.
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 181 ayat (2b)
Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau
mengedarkan alat kesehatan yang
tidak memenuhi standardan atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
16.
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 81 ayat (2C)
Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tahun) tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).